Saya bekerja disebuah perusahaan kontraktor swasta dibilangan Senen. Posisi saya saat itu Kepala seksi Data Processing. Sebenarnya dengan posisi saya saat itu, jarang sekali saya dinas ke luar kota. Apalagi sampai harus menginap. Tapi karena ada hal yang mendesak untuk ditangani, dan banyaknya materi yang mesti disampaikan, yaitu mengenai komunikasi data, saya terpaksa berangkat bersama Anton, Assisten Chief
Accountant dan Mbak Iin, Chief Accountant. Lalu menginap di lokasi proyek. Masing-masing dengan tugasnya sendiri-sendiri tapi masih dalam satu scope komunikasi data keuangan antara proyek dengan pusat. Saat itu Direksi sedang mencoba sistem baru agar data prestasi proyek bisa segera diterima oleh mereka.
Anton sebaya dengan saya, akhir 20-an dan sudah menikah dengan satu anak, sama dengan saya. Cuma nikahnya saya duluan. Masuknya ke perusahaan juga hampir bersamaan. Kulit Anton agak putih dibanding
orang pribumi umumnya. Dan meskipun tiap hari saya diruangan ber-AC tapi warna coklat gelap saya nggak pernah hilang. Sementara mBak Iin sudah tiga puluh lima-an, cuma dia masih suka sendiri. Saya nggak tahu alasannya. Wajahnya nggak jelek-jelek amat sih, namun cakep juga nggak. Pas-pas saja. Kulitnya putih bersih khas wanita Tionghoa (saya taktahu kenapa ia lebih suka dipanggil mBak dari pada Ci, Zus, atau lainnya) dan bodynya bikin wanita iri (Ini istri saya yang bilang, karena mereka memang saling kenal. Di perusahaan kami sudah menjadi kebiasaan setiap minggu I diawal tahun selalu ada pertemuan yang
melibatkan seluruh karyawan dan keluarganya) . Pinggul dan pantatnya begitu menawan sementara pinggangnya ramping. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan usianya. Dia masuk 3 tahun lebih dulu dibanding saya dan Anton.
Pagi jam 8.00 kami bertiga sudah start dari kantor dengan Panther station, masuk tol Cempaka Putih keluar di Cilegon Timur. Saya duduk didepan, Anton yang stir dan Mbak Iin dibelakang. Saya dengan Anton
ngobrol segala macam sementara mbak Iin terkantuk-kantuk dibelakang.
Sesekali saya libatkan dia dalam pembicaraan dan meledeknya. Di kantor
cuma saya dan Anton yang berani meledeknya. Jam 10.00 lewat kami sudah
sampai di Cilegon. Makan sebentar di Roda, perjalanan diteruskan ke
lokasi proyek di Carita. Gantian saya dibelakang stir. Mbak Iin tetap
dibelakang. Kali ini kami bertiga diam dan nggak sampai 15 menit
setelah makan, mereka sudah tertidur. Gile bener ..
Jam 11 lewat kami sudah sampai di site dan langsung ke Direksi keet.
Ketemu dengan Pak Peter, site manager dan staff yang lainnya. Lalu
kami bertiga mulai dengan tugas masing-masing. Mbak Iin dan Anton
mulai men-training dengan Ika dengan segala tetek bengek berkas-berkas
keuangan dan format pelaporan. Sementara saya dengan Bambang, mulai
memasang modem, pasang pcAnywhere dan mengajari cara pengoperasiannya.
Lalu materi-materi lain, seperti troubleshooting yang sudah saya
siapkan saya ajarkan pula. Nggak ketinggalan praktek langsung
komunikasi dengan kantor. Diselingi istirahat makan jam 12.30 s/d
13.30 rencana kegiatan hari ini bisa diselesaikan jam 4.30.
Jam 5 staff proyek sudah siap untuk pulang ke Mess (Rumah yang
dikontrak selama proyek). Pak Peter pulang ke Jakarta. Dan kami
siap-siap ke penginapan yang sudah disiapkan untuk kami. Sebenarnya
kami lebih suka nginap bersama-sama di Mess. Tapi karena keterbatasan
kamar yang dengan rela saya nginap di penginapan. Dengan diantar oleh
Bambang dan Pak Hadi (pesuruh kantor) sampailah kami berlima di daerah
Sambolo kira-kira 6 km dari lokasi proyek di Carita. Kaget juga kami
bertiga ternyata bukan hotel tapi cottage. Saya langsung interogasi
Bambang. Katanya ini yang punya temannya Pak Peter. Dalam rangka
menghemat overhead kami disuruh nginap disitu. Dalam hati saya marah
betul pada Pak Peter. Saya ajak untuk cari tempat lain saja yang agak
ramai. Namun mBak Iin dengan halusnya menyabarkan saya untuk
melihat-lihat dulu. Dengan diantar oleh Nusiman penjaga cottage, kami
berkeliling. Ternyata suasananya boleh juga. Cottagenya dipinggir
pantai dengan pasir yang putih kecoklatan dan terawat rapi. Pas saat
itu lagi sunset, wah indah sekali. Dan yang penting pantainya bisa
untuk mandi. Sehingga besok pagi bisa menyalurkan hobby terlebih dulu.
Berenang.
Nah sekarang urusan perut, ternyata warung makan/restoran terdekat
jauhnya 6 km, kearah proyek. Akhirnya setelah pak Hadi selesai
membereskan tas dan lain-lain di Cottage, lalu kami pergi mencari
makan malam ke Carita. Sekalian mengantarkan Bambang dan Pak Hadi ke
Mess. Bambang dan Pak Hadi minta diantar pulang lebih dahulu. Ada
perlu katanya.
Setelah urusan perut selesai kami bertiga pulang ke cottage. Disambut
Nusiman dengan keramahannya. Mbak Iin memberinya nasi sate yang dibeli
tadi di Carita. Dia menawarkan kalau ada perlu tinggal hubungi saja
dia. Sambil menunjukan pos jaga tempat tinggalnya dipojok dekat jalan
masuk. Mobil diparkir dan kami bertiga memilih kamar. Saya berdua
dengan Antin, mBak Iin sendirian. Cottagenya mungil, dua kamar tidur
dan satu dapur. Ada deck terbuka yang menghadap kelaut dan beranda
dibelakang dapur yang menghadap ke halaman rumput. Deck terbuka
rupanya dipakai untuk berjemur karena disekeliling dipagari BRC dengan
dirambati tanaman. Hanya yang menghadap kelaut yang betul-betul
terbuka.
Setelah mandi badan terasa segar. Saya duduk ruang depan menghadap
kearah laut. Sayang bulannya belum muncul jadi tidak bisa lihat
apa-apa. Kecuali bayangan saya dikaca jendela karena lampu dideck
dimatikan. Antara ruang duduk dengan deck dibatasi kaca lebar sehingga
memberikan kesan luas pada ruangan yang kecil. Saya suka cottage
seperti ini. Kukeluarkan notebook Toshiba Tecra 500CDT inventaris saya
yang lengkap dengan CD-ROM, multimedia dan layar TFT. (Disinilah
privilese yang saya dapatkan sebagai Kasi EDP, fasilitas computer
selalu up to date. Paling hanya kalah dari Direktur). Saya cek materi
yang saya berikan tadi dengan rencana yang sudah saya susun sebelumnya
dan materi untuk besok. Nggak ada masalah. Anton juga muncul dengan
bundel berkas-berkas dan mulai mencocokan sana-sini. Lalu mbak Iin
nimbrung dengan berkas-berkasnya. Hanya jumlahnya lebih sedikit
dibanding Anton. Lalu kami bertiga asyik dengan kesibukan
masing-masing. Jam baru menunjukan pukul 8.00 malam. Anton mensayap
sekali, disusul mbak Iin. Dua kali, rupanya sudah mulai ngantuk. Anton
mengusulkan untuk putar CD music. Sayang sekali saya tidak membawa dan
memang tidak merencanakannya.
"Kalau X2 mandarin saya bawa"
"Dasar bandar porno" sahut Antón
"Eh .. jadi lo suka nonton gituan"sambung mBak Iin
"mBak Iin juga khan?" Dia-nya cuma senyum, dan kudesak Anton juga
mendesak, akhirnya dia mengangguk. Lalu Anton minta persetujuannya dan
menawarkan untuk nonton bertiga. Mbak Iin diam saja, tapi setelah
disesak kami berdua "Bolehlah" katanya.
Saya keluarkan CD "The Golden Lotus" yang menceriterakan tentang
perselingkuhan istri muda seorang bangsawan dengan remaja dan
perselingkuhan suaminya dengan istri temennya. Cerita detailnya nggak
terlalu saya perhatiin karena baru nonton sekali dan itupun belum
selesai.
Berhubung layarnya kecil kami nonton berdempetan. Untuk mbak Iin kami
beritempat terbaik, ditengah diapit saya dan Anton. Volume dikecilkan
agar Nusiman tidak curiga.
Adegan hotnya memang cukup tapi ceritanya dan action ranjangnya real
banget. Nafas mbak Iin sampai satu-satu, dan duduknya nggak tenang.
Saat itu saya tidak ada pikiran untuk iseng atapun apa terhadap mBak
Iin. Memang sih saya suka sama mulusnya. Nggak sampai habis filmnya
mbak Iin bangkit dan melangkah kedapur. "Mau minum" katanya. Film
kumatikan, Anton protes."Udah bawa aja nih CD lusa pulangin ya!"
kataku sambil ngasih Anton VCD tadi.
Saya lihat mBak Iin berkeringat lehernya, dan rupanya Anton melihat
juga"Panas, mbak" tegurnya norak, udah tahu keringatan, masih ditanya
lagi."He .. eh" sahutnya. "Berenang yuk" ajakku iseng. "Yuk"sambut
mBak Iin membuatku surprise. Begitu juga Anton. "Tapi jagain saya,
yah"mBak Iin mengajukan syarat."OK" sambut saya dan Anton.
Tanpa ganti pakaian- kebetulan masing-masing sudah bercelana pendek-
kami langsung keluar kepantai. Tanpa lepas baju kami nyebur dan mulai
berenang. Saya berenang Anton jaga. Mbak Iin cuma berendam doang.
Anton berenang saya jaga. Anton datang lagi dan saya bersiap-siap
untuk berenang. Tapi "Ntar dulu" cegah Anton. "Ngapain sih…" saya
protes. "Lu tau nggak, mbak Iin kan basah" "Ya tentu saja, lu dan saya
juga basah orang lagi berenang. Bego lu Ton". "Lu yang Telmi"
sambarnya. Dalam saya tahu maksud Anton, tapi saya pura-pura. Saya
masih segan sama Mbak Iin. Saya nggak tahu romannya mBak Iin, karena
malam itu gelap hanya cahaya dari lampu-lampu di cottage, dan itu
tidak cukup untuk menerangi pantai. Saya berenag lagi, dan Anton
manggil-manggil saya lagi. Kudekati. Busyet. Ternyata Anton sedang
memeluk perut mBak Iin dari belakang. Air setinggi pinggang ditempat
kami berdiri. Yang saya lihat samar-samar Anton dan mBak Iin masih
memakai kaos putih. "Sini" saya nggak curiga cuma agak kaget aja
ternyata mBak Iin bisa diajak affair juga pikir saya. Saya mendekati
mereka."Coba sinikan tangan lu" saya nurut aja, dan Anton menariknya
dan menempekan kedada mBak Iin. "Ton" seruku kaget "Nggak apa, Iin
boleh kok"."Mbak, "saya mencari penegasan.
Saya nggak lihat mBak Iin mengangguk atau mendengar suaranya
mengiyakan. Jawabannya hanya tanggannya meraih tangan kiriku yang
bebas dan menempelkannya pada dada kanannya."Percaya kan?"Anton
megatasi keragu-raguanku. Ternyata dada mBak Iin yang berukuran sedang
sudah tidak terbungkus BH lagi. Saya rasa ada dikantong celana hawaii
Anton. Momen selanjutnya saya lebih terkejut lagi."Tolong pegang ini,
atau taruh dikantong celana elo" kata Anton sambil menyerahkan
beberapa potong kain yang digulung jadi satu. Damn isinya ternyata dua
celana kolor yang saya yakin punya Anton dan mBak Iin. Dan lebih
mengejutkan lagi tiba-tiba mbak Iin memeluk leher saya, dan gerakan
air disekitar saya berbeda dengan yang tadi. Gosh … they are fucking
in water, and the worst, they are fucking in the front of me. Saya
tidak bisa melihat jelas ekspresi wajah Anton maupun mBak Iin, cuma
suara rintihan dan desah mbak Iin persis ditelinga saya. Ditimpa
dengan desah nafas Anton serta kecipak air disekitar saya juga debur
ombak dipantai 7 meter dari kami bertiga. Sesekali suara mobil
melintas. Suaranya menjadi orkestra penuh birahi yang membangunkan
adik kesayangan saya meskipun sedang terendam air.
Pikiran saya bertanya-tanya bagaimana Anton bisa mencipkan suasana
ini?. Memang meskipun kami cukup akrab, tapi saya tidak tahu kegiatan
apa yang mereka lakukan sehari-hari di ruangan keuangan. Ruang saya
terpisah dengan mereka. Sedangankan Anton dan mBak Iin satu ruangan.
Bahkan mBak Iin adalah supervisornya Anton. Gile bener si Anton ini.
Hampir 3 menit orkestra tersebut mengalun dan pada akhirnya diakhiri
oleh seruan Anton yang tertahan dan saya terdorong kebelakang karena
beban badan mbak Iin bertambah karena dorongan dari Anton. Anton
rupanya tahu diri. Dia ingin berbagi dengan saya. Jadi dia ejakulasi
diluar. Tapi saya masih ragu. Tarikan tangan mBak Iin menjadi
penegasan buat saya untuk bertindak tanpa ragu lagi. Saya sudah tidak
ingat lagi tentang anak istri dirumah. Didepan mata terhidang surga
yang tercecer. Dan saya terlalu lemah untuk menampiknya. Dengan sekali
rengkuh mBak Iin sudah ada dalam pelukan saya. That's right… kakinya
menjepit pinggangku. Tangan kananku memeluknya dan tangan kiriku yang
bebas berusaha melepaskan celana pendek. Dan memegangnya sampai Anton
menghampiri kami berdua dan gantian dia memegang celana kami bertiga.
Saya tidak mengerti mengapa alam begitu ramah pada kami malam ini.
Ombak begitu lembut sehingga saya bisa berdiri dengan gampangnya.
Padahal selat Sunda biasa berombak besar. Saya teruskan pekerjaan
Anton. Saya merasa demikian karena mBak Iin berbisik kalau dia belum
mencapai puncak. Anton rupanya masih ingin membantu saya menyelesaikan
pekerjaannya. Direngkuhnya dada Mbak Iin dan kepalanya Iin ditaruh
dipundaknya. Sehingga mBak Iin terlentang dipermukaan air. Tangannya
aktif bergerak gerak didada mBak Iin. Orkestra tadi terulang kembali,
hanya sekarang Refrainya dimainkan. Yaitu jeritan tertahan mBak Iin
saat mencapai puncak kenikmatannya. Samar karena tertutup bunyian yang
lain tapi masih bisa terdengar. Bukti yang nyata adalah gerakan
pinggulnya yang makin liar dan jepitan pahanya yang makin kuat
dipinggang saya. Serta denyut otot vag|na yang lembut dan seolah-olah
memijit adik kesayanganku. (Makanya saya suka heran, cerita-cerita di
CCS suka menggambarkan kalau wanita juga bisa mengeluarkan cairan bila
mengalami orgasme. Saya pikir Wiro mesti lebih selektif lagi dalam
memilih cerita. CCS tentu beda dong dengan EA. Thanks).
Lalu jepitan mBak Iin perlahan mengendor dan lepas dari pinggang saya.
Dia berdiri dan adik saya terlepas dari sarungnya."Thanks" katanya
sambil mengecup pipi saya dan pipi Anton. Tapi yang di kecup Anton
duluan. Saya mulai berpikir jangan jangan mereka ada affair. Tapi itu
masih saya pendam."Hoooi… saya belum nih". "Ntar dilanjutin di
cottage" sahut mBak Iin lembut. Lalu sambil memakai celana, kami jalan
ke cottage.
Sesampai dibibir pantai, pikiran saya berubah. Saya tarik tangan mBak
Iin "Disini saja mbak". "Gila kamu". "Nggak apa-apa". "Ntar ada
orang". "Kan Anton jaga". Akhirnya mBak Iin setuju. Anton cuma geleng
kepala "Dasar nggak sabaran". Tapi dia ikut berhenti juga. Kami
bertiga duduk dipasir pantai yang agak terlindung dari sinar lampu
cottage. "Langsung aja mbak, udah hampir kok". Mbak Iin rebahan diatas
pasir dengan kepala berbantal pahanya Anton. Lalu kutarik lepas celana
hawaii-nya. Dia sudah nggak pakai celana dalam lagi. Lututnya agak
ditekuk dan membuka. Saya juga sudah siap dengan adik yang sudah
meradang ingin menerjang. Perlahan-lahan kutempelkan ujung adik
dipintu surganya yang lembut hangat dan sedikit berbulu. Ku tekan dan
dia bantu dengan menaikan pinggangnya. Anton juga turut membantu
dengan menutupi mulutnya. Sementara satunya memelintir puting dadanya
Entah kenapa suaranya sekarang terdengar lebih ribut. Karena sudah
waktunya, kira-kira tiga menit kemudian datanglah sensasi yang luar
biasa dan seperti perjanjian yang tidak tertulis dengan Anton dengan
berat hati kutumpahkan muatan dipasir pantai.
Lalu kami merapikan pakaian dan berjalan kembali ke cottage. Lalu kami
berbilas dan ku tutup gordyn di ruang depan. Berhubung showernya hanya
satu, kami bilas bergantian. Suasana di dalam cottage menjadi lebih
akrab. Kami bertiga menjadi bebas berjalan tanpa pakaian. Bilas di
shower tanpa tutup pintu. Disini saya baru perhatikan betul bentuk
tubuh mbak Iin. Putih mulus, dadanya cukup kencang. Hanya pahanya yang
kelihatan oversize dan sudah kelihatan benjolan lemaknya. Lainnya OK.
Bulu pubic-nya tidak terlalu lebat kalau tidak mau disebut tipis.
Hanya ada di ujung atasnya saja. (Wiro, saya tidak terlalu bisa
mendiskripsikan detail tubuhnya. Hanya lekuk tubuhnya tampak seperti
Carrie Steven. Hanya lebih pendek kira-kira 157 cm dan dadanya masih
nature dan sedang-sedang saja. Gambar atacchment ini hanya untuk
menggambarkan saja dengan perkecualian diatas. Bukan berarti mBak Iin
seperti Carrie Steven. Wow ..jauh, cuma lekuk bodinya saja yang sama).
Anton bodinya boleh juga, dan atletis dia lebih suka fitness. Putih
dan bersih. Ukurannya lumayan lebih panjang dari punya saya. Kalau
saya suka berenang, mungkin itu yang bikin saya berkulit hitam. Dan
punya saya lebih gemuk dibanding Anton.
Malam itu kami tidak berpakaian lagi karena basah. Kami hanya memakai
handuk. Mbak Iin memakai handuk untuk menutup dadanya. Tapi karena
handuknya kecil sebagian besar pahanya tersaji dengan sempurna. Kami
sangat akrab malam itu. Bebas untuk memegang bagian tubuh mBak Iin
mana saja kapan saja. (Yang jelas saya nggak pernah megang tubuh
Anton. Saya heterosexualis sejati). Dan kalau duduk disofa mbak Iin
juga santai saja sehingga bagian bawah perutnya tampak jelas. Bahkan
dia tidak sungkan untuk mengangkat sebelah kaki ke sofa. Sambil makan
Indomie misalnya. Maka saya berterima kasih kepada PLN yang sudah
menyediakan Listrik dan Philips yang sudah membuat neon diruang depan
sehingga saya bisa menikmati keindahan ciptaan-Nya.
Notebook menjadi sumber hiburan satu-satunya. (Rupanya temen Pak Peter
menggunakan cottagenya sebagai tempat menyepi). VCD yang tadi terputus
diputar lagi. Akhirnya mBak Iin mengikatkan handuk dibawah buah
dadanya karena sebentar-sebentar Anton meremasnya. Dia selesai gantian
saya. Anton meremas atas jari tengah saya menyusup dibawah. Anton
pindah kebawah saya keatas. Mbak Iin pun tak mau kalah. Kedua
tangannya beroperasi terhadap adik kesayanganku and adiknya Anton. Dia
pakai handuk biar perutnya nggak kedinginan. Tentu saya yang kami
lakukan bukan hanya remas-meremas. Bila saya atau Anton sudah nggak
tahan langsung adik kami disusupkan sela-sela paha mBak Iin. Tempatnya
-nggak peduli dimana- bisa disofa, dikamar, dimeja makan di dapur.
Dimana saja. Saya dengan bebas bisa menikmati gerakan adik Anton
keluar masuk ketubuh mBak Iin. Saya juga bisa bebas mendengar rintihan
dan erangan nikmat mBak Iin serta gerakan liar kepalanya saat mencapai
klimaks. Masih terekam juga lenguhan Anton yang persis kerbau saat dia
memancarkan spermanya diatas perut. Saya juga bisa mengingat saat
ceceran sperma saya disela-sela buah dada mBak Iin. Sungguh malam yang
liar dan unforgetable. Dan yang menjadi pikiran saya apakah mBak Iin
salah makan obat? Sehingga dia yang biasanya pendiam bicara seperlunya
bisa begitu liar malam ini. Dengan entengnya minta di-fucking
bergantian antara saya dan Anton sampai di klimaks. Damn wild woman.
Dengan enteng pula dia ngomong "Duh gusti,…….enaknya. Anton saya mau
klimaks, cepetan ayunanmu" atau "Gosh .. damn, your dick so marvelous,
Dan". Namun sayangnya dia nggak pernah mengijinkan saya atau Anton
untuk mengeluarkannya didalam tubuhnya. Sungguh sangat tidak enak buat
saya. Dan dia juga nggak mau oral sex. Apalagi anal sex. Begitupun
saya. Anton mencoba minta untuk fucking anus-nya. "Emang nggak cukup
sempit?" mBak Iin balik bertanya. So we get what we can get. No more
option.
Malam itu kami tidur pukul 2.30 dini hari. Kami tidur bertiga satu
tempat tidur double, so berdesak-desakan. Mbak Iin ditengah dipeluk
saya dan Anton. Saya duluan meluk bagian pinggang Anton meluk dadanya.
Karena capai kami bertiga segera tertidur.
Pagi-pagi jam 6.30 saya sudah terbangun karena ada yang meremas-remas
adik saya, ternyata mBak Iin beraksi lagi. Kontan adik saya terbangun
dengan marahnya dan siap meradang. So adiknya Anton, ikutan meradan
juga. Lalu mBak Iin bangun dan mencampakan selimut ke lantai, lalu
dengan manisnya menyusupkan adikku kebelahan perutnya disela pahanya
lalu jongkok dan naik turun. Sementara tangan kanannya mengkocok-kocok
adik Anton yang meradang. Lalu dia pindah keatas badan Anton dan
menyusupkan adiknya analog dengan yang dilakukannya pada saya.
Berulang-ulang dia pindah dan keliaran itu mencapai klimaksnya diatas
badan saya. Dinding-dinding vag|nanya seperti mengurut adik kesayangan
saya. Sensasional sekali gerakan kepala saat mencapai klimaks. Kepala
dibuang kebelakang dengan mengerang seperti orang menangis. Karena
kami berdua belum klimaks dia mengambil handbodyLouis Marcel-nya dan
melumuri adik-adik kami, lalu serempak di gosoknya naik dengan dengan
kedua tangannya yang lembut. Saya kebagian tangan kiri sehingga
kenikmatanya tersendat-sendat, sementara Antok mendapat tangan
kanannya sehingga segala tampak lancar. Dan nafas Anton mulai berat
saya pikir sebentar lagi dan .. betul mBak Iin mendekatkan dadanya ke
dekat adik Anton dan Anton melenguh menyemburkan muatannya ke bukit
dada mBak Iin. Sementara saya terlupakan sebentar "Sorry .." katanya
sambil meraih adik saya dan mulai stroking dengan teratur. Nggak lama
terasa nikmat yang amat sangat dan mBak Iin rupanya tahu kalau saya
hampir unloading, dia lakukan analog dengan yang dilakukan pada Anton
dan crut … crut … crut muatan saya mendarat di sela-sela bukitnya.
Anton ngliatin sambil tiduran miring dan kepala ditahan dengan tangan.
Jam 7.00 kami bertiga sudah selesai dan mandi, karena jam 8.00 mesti
sudah di site proyek lagi. Di mobil mBak Iin mulai serius lagi."OK
guys, let me tell you "There's nothing happened between us last
night", you both understand" tegasnya. "Yes, mam" ujar kami berdua
hampir serempak. "How about next day?" tanyaku iseng. Dia cuma
tersenyum simpul sambil memandang keluar jendela. Saya nggak bisa
mengartikan senyumannya. Karena saya kebagian driving saya mesti
konsentrasi ke jalan. Nusiman sudah menunggu di pintu pagar siap
menyeberangkan kami dijalan yang mulai ramai. Lembaran duapuluh ribuan
kusipsipkan ditangan sambil "Hutur nuhun, Pak Nusiman". "Sarua, Pak"
teriaknya gembira.
Saya nggak jadi marah terhadap Pak Peter karena ternyata tempatnya
lebih nyaman dari hotel berbintang seribu sekalipun. Seampai di site
teman-teman dari mess belum datang. Sambil menunggu mereka saya buka
notebook saya dan 15 menit kemudian kantor jadi ramai karena mereka
datang dan "Let's work again'. Dan sikap mBak Iin menjadi formil lagi,
bicara seperlunya dan sedikit senyum.
Jam 12.00 semua beres, makan dan bersiap pulang ke Jakarta. Jam 12.30
start. Di perjalanan menjelang masuk jalan Tol mBak Iin tertidur.
Tampaknya pulas. "Ton, kon ngomong opo karo dek ne?". "Ah…ra opo-opo
sing penting happy, cak". Saya nggak nerusin lagi. Konsentrasi ke
jalan.
Accountant dan Mbak Iin, Chief Accountant. Lalu menginap di lokasi proyek. Masing-masing dengan tugasnya sendiri-sendiri tapi masih dalam satu scope komunikasi data keuangan antara proyek dengan pusat. Saat itu Direksi sedang mencoba sistem baru agar data prestasi proyek bisa segera diterima oleh mereka.
Anton sebaya dengan saya, akhir 20-an dan sudah menikah dengan satu anak, sama dengan saya. Cuma nikahnya saya duluan. Masuknya ke perusahaan juga hampir bersamaan. Kulit Anton agak putih dibanding
orang pribumi umumnya. Dan meskipun tiap hari saya diruangan ber-AC tapi warna coklat gelap saya nggak pernah hilang. Sementara mBak Iin sudah tiga puluh lima-an, cuma dia masih suka sendiri. Saya nggak tahu alasannya. Wajahnya nggak jelek-jelek amat sih, namun cakep juga nggak. Pas-pas saja. Kulitnya putih bersih khas wanita Tionghoa (saya taktahu kenapa ia lebih suka dipanggil mBak dari pada Ci, Zus, atau lainnya) dan bodynya bikin wanita iri (Ini istri saya yang bilang, karena mereka memang saling kenal. Di perusahaan kami sudah menjadi kebiasaan setiap minggu I diawal tahun selalu ada pertemuan yang
melibatkan seluruh karyawan dan keluarganya) . Pinggul dan pantatnya begitu menawan sementara pinggangnya ramping. Tapi wajahnya tidak bisa menyembunyikan usianya. Dia masuk 3 tahun lebih dulu dibanding saya dan Anton.
Pagi jam 8.00 kami bertiga sudah start dari kantor dengan Panther station, masuk tol Cempaka Putih keluar di Cilegon Timur. Saya duduk didepan, Anton yang stir dan Mbak Iin dibelakang. Saya dengan Anton
ngobrol segala macam sementara mbak Iin terkantuk-kantuk dibelakang.
Sesekali saya libatkan dia dalam pembicaraan dan meledeknya. Di kantor
cuma saya dan Anton yang berani meledeknya. Jam 10.00 lewat kami sudah
sampai di Cilegon. Makan sebentar di Roda, perjalanan diteruskan ke
lokasi proyek di Carita. Gantian saya dibelakang stir. Mbak Iin tetap
dibelakang. Kali ini kami bertiga diam dan nggak sampai 15 menit
setelah makan, mereka sudah tertidur. Gile bener ..
Jam 11 lewat kami sudah sampai di site dan langsung ke Direksi keet.
Ketemu dengan Pak Peter, site manager dan staff yang lainnya. Lalu
kami bertiga mulai dengan tugas masing-masing. Mbak Iin dan Anton
mulai men-training dengan Ika dengan segala tetek bengek berkas-berkas
keuangan dan format pelaporan. Sementara saya dengan Bambang, mulai
memasang modem, pasang pcAnywhere dan mengajari cara pengoperasiannya.
Lalu materi-materi lain, seperti troubleshooting yang sudah saya
siapkan saya ajarkan pula. Nggak ketinggalan praktek langsung
komunikasi dengan kantor. Diselingi istirahat makan jam 12.30 s/d
13.30 rencana kegiatan hari ini bisa diselesaikan jam 4.30.
Jam 5 staff proyek sudah siap untuk pulang ke Mess (Rumah yang
dikontrak selama proyek). Pak Peter pulang ke Jakarta. Dan kami
siap-siap ke penginapan yang sudah disiapkan untuk kami. Sebenarnya
kami lebih suka nginap bersama-sama di Mess. Tapi karena keterbatasan
kamar yang dengan rela saya nginap di penginapan. Dengan diantar oleh
Bambang dan Pak Hadi (pesuruh kantor) sampailah kami berlima di daerah
Sambolo kira-kira 6 km dari lokasi proyek di Carita. Kaget juga kami
bertiga ternyata bukan hotel tapi cottage. Saya langsung interogasi
Bambang. Katanya ini yang punya temannya Pak Peter. Dalam rangka
menghemat overhead kami disuruh nginap disitu. Dalam hati saya marah
betul pada Pak Peter. Saya ajak untuk cari tempat lain saja yang agak
ramai. Namun mBak Iin dengan halusnya menyabarkan saya untuk
melihat-lihat dulu. Dengan diantar oleh Nusiman penjaga cottage, kami
berkeliling. Ternyata suasananya boleh juga. Cottagenya dipinggir
pantai dengan pasir yang putih kecoklatan dan terawat rapi. Pas saat
itu lagi sunset, wah indah sekali. Dan yang penting pantainya bisa
untuk mandi. Sehingga besok pagi bisa menyalurkan hobby terlebih dulu.
Berenang.
Nah sekarang urusan perut, ternyata warung makan/restoran terdekat
jauhnya 6 km, kearah proyek. Akhirnya setelah pak Hadi selesai
membereskan tas dan lain-lain di Cottage, lalu kami pergi mencari
makan malam ke Carita. Sekalian mengantarkan Bambang dan Pak Hadi ke
Mess. Bambang dan Pak Hadi minta diantar pulang lebih dahulu. Ada
perlu katanya.
Setelah urusan perut selesai kami bertiga pulang ke cottage. Disambut
Nusiman dengan keramahannya. Mbak Iin memberinya nasi sate yang dibeli
tadi di Carita. Dia menawarkan kalau ada perlu tinggal hubungi saja
dia. Sambil menunjukan pos jaga tempat tinggalnya dipojok dekat jalan
masuk. Mobil diparkir dan kami bertiga memilih kamar. Saya berdua
dengan Antin, mBak Iin sendirian. Cottagenya mungil, dua kamar tidur
dan satu dapur. Ada deck terbuka yang menghadap kelaut dan beranda
dibelakang dapur yang menghadap ke halaman rumput. Deck terbuka
rupanya dipakai untuk berjemur karena disekeliling dipagari BRC dengan
dirambati tanaman. Hanya yang menghadap kelaut yang betul-betul
terbuka.
Setelah mandi badan terasa segar. Saya duduk ruang depan menghadap
kearah laut. Sayang bulannya belum muncul jadi tidak bisa lihat
apa-apa. Kecuali bayangan saya dikaca jendela karena lampu dideck
dimatikan. Antara ruang duduk dengan deck dibatasi kaca lebar sehingga
memberikan kesan luas pada ruangan yang kecil. Saya suka cottage
seperti ini. Kukeluarkan notebook Toshiba Tecra 500CDT inventaris saya
yang lengkap dengan CD-ROM, multimedia dan layar TFT. (Disinilah
privilese yang saya dapatkan sebagai Kasi EDP, fasilitas computer
selalu up to date. Paling hanya kalah dari Direktur). Saya cek materi
yang saya berikan tadi dengan rencana yang sudah saya susun sebelumnya
dan materi untuk besok. Nggak ada masalah. Anton juga muncul dengan
bundel berkas-berkas dan mulai mencocokan sana-sini. Lalu mbak Iin
nimbrung dengan berkas-berkasnya. Hanya jumlahnya lebih sedikit
dibanding Anton. Lalu kami bertiga asyik dengan kesibukan
masing-masing. Jam baru menunjukan pukul 8.00 malam. Anton mensayap
sekali, disusul mbak Iin. Dua kali, rupanya sudah mulai ngantuk. Anton
mengusulkan untuk putar CD music. Sayang sekali saya tidak membawa dan
memang tidak merencanakannya.
"Kalau X2 mandarin saya bawa"
"Dasar bandar porno" sahut Antón
"Eh .. jadi lo suka nonton gituan"sambung mBak Iin
"mBak Iin juga khan?" Dia-nya cuma senyum, dan kudesak Anton juga
mendesak, akhirnya dia mengangguk. Lalu Anton minta persetujuannya dan
menawarkan untuk nonton bertiga. Mbak Iin diam saja, tapi setelah
disesak kami berdua "Bolehlah" katanya.
Saya keluarkan CD "The Golden Lotus" yang menceriterakan tentang
perselingkuhan istri muda seorang bangsawan dengan remaja dan
perselingkuhan suaminya dengan istri temennya. Cerita detailnya nggak
terlalu saya perhatiin karena baru nonton sekali dan itupun belum
selesai.
Berhubung layarnya kecil kami nonton berdempetan. Untuk mbak Iin kami
beritempat terbaik, ditengah diapit saya dan Anton. Volume dikecilkan
agar Nusiman tidak curiga.
Adegan hotnya memang cukup tapi ceritanya dan action ranjangnya real
banget. Nafas mbak Iin sampai satu-satu, dan duduknya nggak tenang.
Saat itu saya tidak ada pikiran untuk iseng atapun apa terhadap mBak
Iin. Memang sih saya suka sama mulusnya. Nggak sampai habis filmnya
mbak Iin bangkit dan melangkah kedapur. "Mau minum" katanya. Film
kumatikan, Anton protes."Udah bawa aja nih CD lusa pulangin ya!"
kataku sambil ngasih Anton VCD tadi.
Saya lihat mBak Iin berkeringat lehernya, dan rupanya Anton melihat
juga"Panas, mbak" tegurnya norak, udah tahu keringatan, masih ditanya
lagi."He .. eh" sahutnya. "Berenang yuk" ajakku iseng. "Yuk"sambut
mBak Iin membuatku surprise. Begitu juga Anton. "Tapi jagain saya,
yah"mBak Iin mengajukan syarat."OK" sambut saya dan Anton.
Tanpa ganti pakaian- kebetulan masing-masing sudah bercelana pendek-
kami langsung keluar kepantai. Tanpa lepas baju kami nyebur dan mulai
berenang. Saya berenang Anton jaga. Mbak Iin cuma berendam doang.
Anton berenang saya jaga. Anton datang lagi dan saya bersiap-siap
untuk berenang. Tapi "Ntar dulu" cegah Anton. "Ngapain sih…" saya
protes. "Lu tau nggak, mbak Iin kan basah" "Ya tentu saja, lu dan saya
juga basah orang lagi berenang. Bego lu Ton". "Lu yang Telmi"
sambarnya. Dalam saya tahu maksud Anton, tapi saya pura-pura. Saya
masih segan sama Mbak Iin. Saya nggak tahu romannya mBak Iin, karena
malam itu gelap hanya cahaya dari lampu-lampu di cottage, dan itu
tidak cukup untuk menerangi pantai. Saya berenag lagi, dan Anton
manggil-manggil saya lagi. Kudekati. Busyet. Ternyata Anton sedang
memeluk perut mBak Iin dari belakang. Air setinggi pinggang ditempat
kami berdiri. Yang saya lihat samar-samar Anton dan mBak Iin masih
memakai kaos putih. "Sini" saya nggak curiga cuma agak kaget aja
ternyata mBak Iin bisa diajak affair juga pikir saya. Saya mendekati
mereka."Coba sinikan tangan lu" saya nurut aja, dan Anton menariknya
dan menempekan kedada mBak Iin. "Ton" seruku kaget "Nggak apa, Iin
boleh kok"."Mbak, "saya mencari penegasan.
Saya nggak lihat mBak Iin mengangguk atau mendengar suaranya
mengiyakan. Jawabannya hanya tanggannya meraih tangan kiriku yang
bebas dan menempelkannya pada dada kanannya."Percaya kan?"Anton
megatasi keragu-raguanku. Ternyata dada mBak Iin yang berukuran sedang
sudah tidak terbungkus BH lagi. Saya rasa ada dikantong celana hawaii
Anton. Momen selanjutnya saya lebih terkejut lagi."Tolong pegang ini,
atau taruh dikantong celana elo" kata Anton sambil menyerahkan
beberapa potong kain yang digulung jadi satu. Damn isinya ternyata dua
celana kolor yang saya yakin punya Anton dan mBak Iin. Dan lebih
mengejutkan lagi tiba-tiba mbak Iin memeluk leher saya, dan gerakan
air disekitar saya berbeda dengan yang tadi. Gosh … they are fucking
in water, and the worst, they are fucking in the front of me. Saya
tidak bisa melihat jelas ekspresi wajah Anton maupun mBak Iin, cuma
suara rintihan dan desah mbak Iin persis ditelinga saya. Ditimpa
dengan desah nafas Anton serta kecipak air disekitar saya juga debur
ombak dipantai 7 meter dari kami bertiga. Sesekali suara mobil
melintas. Suaranya menjadi orkestra penuh birahi yang membangunkan
adik kesayangan saya meskipun sedang terendam air.
Pikiran saya bertanya-tanya bagaimana Anton bisa mencipkan suasana
ini?. Memang meskipun kami cukup akrab, tapi saya tidak tahu kegiatan
apa yang mereka lakukan sehari-hari di ruangan keuangan. Ruang saya
terpisah dengan mereka. Sedangankan Anton dan mBak Iin satu ruangan.
Bahkan mBak Iin adalah supervisornya Anton. Gile bener si Anton ini.
Hampir 3 menit orkestra tersebut mengalun dan pada akhirnya diakhiri
oleh seruan Anton yang tertahan dan saya terdorong kebelakang karena
beban badan mbak Iin bertambah karena dorongan dari Anton. Anton
rupanya tahu diri. Dia ingin berbagi dengan saya. Jadi dia ejakulasi
diluar. Tapi saya masih ragu. Tarikan tangan mBak Iin menjadi
penegasan buat saya untuk bertindak tanpa ragu lagi. Saya sudah tidak
ingat lagi tentang anak istri dirumah. Didepan mata terhidang surga
yang tercecer. Dan saya terlalu lemah untuk menampiknya. Dengan sekali
rengkuh mBak Iin sudah ada dalam pelukan saya. That's right… kakinya
menjepit pinggangku. Tangan kananku memeluknya dan tangan kiriku yang
bebas berusaha melepaskan celana pendek. Dan memegangnya sampai Anton
menghampiri kami berdua dan gantian dia memegang celana kami bertiga.
Saya tidak mengerti mengapa alam begitu ramah pada kami malam ini.
Ombak begitu lembut sehingga saya bisa berdiri dengan gampangnya.
Padahal selat Sunda biasa berombak besar. Saya teruskan pekerjaan
Anton. Saya merasa demikian karena mBak Iin berbisik kalau dia belum
mencapai puncak. Anton rupanya masih ingin membantu saya menyelesaikan
pekerjaannya. Direngkuhnya dada Mbak Iin dan kepalanya Iin ditaruh
dipundaknya. Sehingga mBak Iin terlentang dipermukaan air. Tangannya
aktif bergerak gerak didada mBak Iin. Orkestra tadi terulang kembali,
hanya sekarang Refrainya dimainkan. Yaitu jeritan tertahan mBak Iin
saat mencapai puncak kenikmatannya. Samar karena tertutup bunyian yang
lain tapi masih bisa terdengar. Bukti yang nyata adalah gerakan
pinggulnya yang makin liar dan jepitan pahanya yang makin kuat
dipinggang saya. Serta denyut otot vag|na yang lembut dan seolah-olah
memijit adik kesayanganku. (Makanya saya suka heran, cerita-cerita di
CCS suka menggambarkan kalau wanita juga bisa mengeluarkan cairan bila
mengalami orgasme. Saya pikir Wiro mesti lebih selektif lagi dalam
memilih cerita. CCS tentu beda dong dengan EA. Thanks).
Lalu jepitan mBak Iin perlahan mengendor dan lepas dari pinggang saya.
Dia berdiri dan adik saya terlepas dari sarungnya."Thanks" katanya
sambil mengecup pipi saya dan pipi Anton. Tapi yang di kecup Anton
duluan. Saya mulai berpikir jangan jangan mereka ada affair. Tapi itu
masih saya pendam."Hoooi… saya belum nih". "Ntar dilanjutin di
cottage" sahut mBak Iin lembut. Lalu sambil memakai celana, kami jalan
ke cottage.
Sesampai dibibir pantai, pikiran saya berubah. Saya tarik tangan mBak
Iin "Disini saja mbak". "Gila kamu". "Nggak apa-apa". "Ntar ada
orang". "Kan Anton jaga". Akhirnya mBak Iin setuju. Anton cuma geleng
kepala "Dasar nggak sabaran". Tapi dia ikut berhenti juga. Kami
bertiga duduk dipasir pantai yang agak terlindung dari sinar lampu
cottage. "Langsung aja mbak, udah hampir kok". Mbak Iin rebahan diatas
pasir dengan kepala berbantal pahanya Anton. Lalu kutarik lepas celana
hawaii-nya. Dia sudah nggak pakai celana dalam lagi. Lututnya agak
ditekuk dan membuka. Saya juga sudah siap dengan adik yang sudah
meradang ingin menerjang. Perlahan-lahan kutempelkan ujung adik
dipintu surganya yang lembut hangat dan sedikit berbulu. Ku tekan dan
dia bantu dengan menaikan pinggangnya. Anton juga turut membantu
dengan menutupi mulutnya. Sementara satunya memelintir puting dadanya
Entah kenapa suaranya sekarang terdengar lebih ribut. Karena sudah
waktunya, kira-kira tiga menit kemudian datanglah sensasi yang luar
biasa dan seperti perjanjian yang tidak tertulis dengan Anton dengan
berat hati kutumpahkan muatan dipasir pantai.
Lalu kami merapikan pakaian dan berjalan kembali ke cottage. Lalu kami
berbilas dan ku tutup gordyn di ruang depan. Berhubung showernya hanya
satu, kami bilas bergantian. Suasana di dalam cottage menjadi lebih
akrab. Kami bertiga menjadi bebas berjalan tanpa pakaian. Bilas di
shower tanpa tutup pintu. Disini saya baru perhatikan betul bentuk
tubuh mbak Iin. Putih mulus, dadanya cukup kencang. Hanya pahanya yang
kelihatan oversize dan sudah kelihatan benjolan lemaknya. Lainnya OK.
Bulu pubic-nya tidak terlalu lebat kalau tidak mau disebut tipis.
Hanya ada di ujung atasnya saja. (Wiro, saya tidak terlalu bisa
mendiskripsikan detail tubuhnya. Hanya lekuk tubuhnya tampak seperti
Carrie Steven. Hanya lebih pendek kira-kira 157 cm dan dadanya masih
nature dan sedang-sedang saja. Gambar atacchment ini hanya untuk
menggambarkan saja dengan perkecualian diatas. Bukan berarti mBak Iin
seperti Carrie Steven. Wow ..jauh, cuma lekuk bodinya saja yang sama).
Anton bodinya boleh juga, dan atletis dia lebih suka fitness. Putih
dan bersih. Ukurannya lumayan lebih panjang dari punya saya. Kalau
saya suka berenang, mungkin itu yang bikin saya berkulit hitam. Dan
punya saya lebih gemuk dibanding Anton.
Malam itu kami tidak berpakaian lagi karena basah. Kami hanya memakai
handuk. Mbak Iin memakai handuk untuk menutup dadanya. Tapi karena
handuknya kecil sebagian besar pahanya tersaji dengan sempurna. Kami
sangat akrab malam itu. Bebas untuk memegang bagian tubuh mBak Iin
mana saja kapan saja. (Yang jelas saya nggak pernah megang tubuh
Anton. Saya heterosexualis sejati). Dan kalau duduk disofa mbak Iin
juga santai saja sehingga bagian bawah perutnya tampak jelas. Bahkan
dia tidak sungkan untuk mengangkat sebelah kaki ke sofa. Sambil makan
Indomie misalnya. Maka saya berterima kasih kepada PLN yang sudah
menyediakan Listrik dan Philips yang sudah membuat neon diruang depan
sehingga saya bisa menikmati keindahan ciptaan-Nya.
Notebook menjadi sumber hiburan satu-satunya. (Rupanya temen Pak Peter
menggunakan cottagenya sebagai tempat menyepi). VCD yang tadi terputus
diputar lagi. Akhirnya mBak Iin mengikatkan handuk dibawah buah
dadanya karena sebentar-sebentar Anton meremasnya. Dia selesai gantian
saya. Anton meremas atas jari tengah saya menyusup dibawah. Anton
pindah kebawah saya keatas. Mbak Iin pun tak mau kalah. Kedua
tangannya beroperasi terhadap adik kesayanganku and adiknya Anton. Dia
pakai handuk biar perutnya nggak kedinginan. Tentu saya yang kami
lakukan bukan hanya remas-meremas. Bila saya atau Anton sudah nggak
tahan langsung adik kami disusupkan sela-sela paha mBak Iin. Tempatnya
-nggak peduli dimana- bisa disofa, dikamar, dimeja makan di dapur.
Dimana saja. Saya dengan bebas bisa menikmati gerakan adik Anton
keluar masuk ketubuh mBak Iin. Saya juga bisa bebas mendengar rintihan
dan erangan nikmat mBak Iin serta gerakan liar kepalanya saat mencapai
klimaks. Masih terekam juga lenguhan Anton yang persis kerbau saat dia
memancarkan spermanya diatas perut. Saya juga bisa mengingat saat
ceceran sperma saya disela-sela buah dada mBak Iin. Sungguh malam yang
liar dan unforgetable. Dan yang menjadi pikiran saya apakah mBak Iin
salah makan obat? Sehingga dia yang biasanya pendiam bicara seperlunya
bisa begitu liar malam ini. Dengan entengnya minta di-fucking
bergantian antara saya dan Anton sampai di klimaks. Damn wild woman.
Dengan enteng pula dia ngomong "Duh gusti,…….enaknya. Anton saya mau
klimaks, cepetan ayunanmu" atau "Gosh .. damn, your dick so marvelous,
Dan". Namun sayangnya dia nggak pernah mengijinkan saya atau Anton
untuk mengeluarkannya didalam tubuhnya. Sungguh sangat tidak enak buat
saya. Dan dia juga nggak mau oral sex. Apalagi anal sex. Begitupun
saya. Anton mencoba minta untuk fucking anus-nya. "Emang nggak cukup
sempit?" mBak Iin balik bertanya. So we get what we can get. No more
option.
Malam itu kami tidur pukul 2.30 dini hari. Kami tidur bertiga satu
tempat tidur double, so berdesak-desakan. Mbak Iin ditengah dipeluk
saya dan Anton. Saya duluan meluk bagian pinggang Anton meluk dadanya.
Karena capai kami bertiga segera tertidur.
Pagi-pagi jam 6.30 saya sudah terbangun karena ada yang meremas-remas
adik saya, ternyata mBak Iin beraksi lagi. Kontan adik saya terbangun
dengan marahnya dan siap meradang. So adiknya Anton, ikutan meradan
juga. Lalu mBak Iin bangun dan mencampakan selimut ke lantai, lalu
dengan manisnya menyusupkan adikku kebelahan perutnya disela pahanya
lalu jongkok dan naik turun. Sementara tangan kanannya mengkocok-kocok
adik Anton yang meradang. Lalu dia pindah keatas badan Anton dan
menyusupkan adiknya analog dengan yang dilakukannya pada saya.
Berulang-ulang dia pindah dan keliaran itu mencapai klimaksnya diatas
badan saya. Dinding-dinding vag|nanya seperti mengurut adik kesayangan
saya. Sensasional sekali gerakan kepala saat mencapai klimaks. Kepala
dibuang kebelakang dengan mengerang seperti orang menangis. Karena
kami berdua belum klimaks dia mengambil handbodyLouis Marcel-nya dan
melumuri adik-adik kami, lalu serempak di gosoknya naik dengan dengan
kedua tangannya yang lembut. Saya kebagian tangan kiri sehingga
kenikmatanya tersendat-sendat, sementara Antok mendapat tangan
kanannya sehingga segala tampak lancar. Dan nafas Anton mulai berat
saya pikir sebentar lagi dan .. betul mBak Iin mendekatkan dadanya ke
dekat adik Anton dan Anton melenguh menyemburkan muatannya ke bukit
dada mBak Iin. Sementara saya terlupakan sebentar "Sorry .." katanya
sambil meraih adik saya dan mulai stroking dengan teratur. Nggak lama
terasa nikmat yang amat sangat dan mBak Iin rupanya tahu kalau saya
hampir unloading, dia lakukan analog dengan yang dilakukan pada Anton
dan crut … crut … crut muatan saya mendarat di sela-sela bukitnya.
Anton ngliatin sambil tiduran miring dan kepala ditahan dengan tangan.
Jam 7.00 kami bertiga sudah selesai dan mandi, karena jam 8.00 mesti
sudah di site proyek lagi. Di mobil mBak Iin mulai serius lagi."OK
guys, let me tell you "There's nothing happened between us last
night", you both understand" tegasnya. "Yes, mam" ujar kami berdua
hampir serempak. "How about next day?" tanyaku iseng. Dia cuma
tersenyum simpul sambil memandang keluar jendela. Saya nggak bisa
mengartikan senyumannya. Karena saya kebagian driving saya mesti
konsentrasi ke jalan. Nusiman sudah menunggu di pintu pagar siap
menyeberangkan kami dijalan yang mulai ramai. Lembaran duapuluh ribuan
kusipsipkan ditangan sambil "Hutur nuhun, Pak Nusiman". "Sarua, Pak"
teriaknya gembira.
Saya nggak jadi marah terhadap Pak Peter karena ternyata tempatnya
lebih nyaman dari hotel berbintang seribu sekalipun. Seampai di site
teman-teman dari mess belum datang. Sambil menunggu mereka saya buka
notebook saya dan 15 menit kemudian kantor jadi ramai karena mereka
datang dan "Let's work again'. Dan sikap mBak Iin menjadi formil lagi,
bicara seperlunya dan sedikit senyum.
Jam 12.00 semua beres, makan dan bersiap pulang ke Jakarta. Jam 12.30
start. Di perjalanan menjelang masuk jalan Tol mBak Iin tertidur.
Tampaknya pulas. "Ton, kon ngomong opo karo dek ne?". "Ah…ra opo-opo
sing penting happy, cak". Saya nggak nerusin lagi. Konsentrasi ke
jalan.